BUDIDAYA PADI DI LAHAN PASANG SURUT


teknologi pengelolaan tanaman terpadu budi daya padi lahan pasang surut dan rawa

Budidaya Padi Lahan Pasang Surut dan Rawa

Budidaya padi di lahan pasang surut memerlukan teknologi dan sarana produksi yang spesifik karena kondisi lahan dan lingkungan tumbuhnya tidak sama dengan sawah irigasi. Lahan pasang surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang sudah dikenal masyarakat. Perbedaanya menyangkut kesuburan tanah, ketersediaan air dan teknik pengelolaannya.

Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usaha tani di lahan pasang surut. Dengan upaya yang sungguh-sungguh lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas.

Beberapa kendala ditemui di lahan pasang surut seperti kendala fisik (rendahnya kesuburan tanah, pH tanah dan adanya zat beracun Fe dan Al), kendala biologi (hama dan penyakit) dan kendala sosial ekonomi (keterbatasan modal dan tenaga kerja). Dengan melihat kendala yang ada, maka dalam penerapannya memerlukan tindakan yang spesifik agar dapat memberikan hasil yang optimal.

Adapun tujuan dari pengelolaan lahan adalah untuk mengatur pemanfaatan sumber daya lahan secara optimal, mendapatkan hasil maksimal dan mempertahankan kelestarian sumber daya lahan itu sendiri.

Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam budi daya padi di lahan pasang surut beberapa hal sangat penting untuk diperhatikan dan sangat dianjurkan yaitu :

1. KOMPONEN TEKNOLOGI PTT

Komponen PTT yang sangat direkomendasikan dalam budidaya padi di lahan pasang surut meliputi :

a. Komponen utama ; terdiri dari varietas unggul yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan setempat, rasa nasi dan sesuai dengan permintaan pasar, benih bermutu dan berlabel, penggunaan pupuk organik, pengaturan populasi tanaman (legowo) 2 :1 atau 4 : 1, pemupukan berdasarkan status hara P dan K dengan PUTS/PUTR dan urea berdasarkan BWD, pengendalian hama dan penyakit secara terpadu serta tata air mikro.

b. Komponen pilihan ; terdiri dari pengolahan lahan sesuai lahan, penanaman bibit muda (< 21 HSS), tanam 1 – 3 batang/lubang, penyiangan gulma serta panen dan gabah segera dirontok.

2. PENYIAPAN LAHAN

Lahan pasang surut lebih beragam dibanding lahan sawah irigasi oleh karena itu penyiapan lahannya juga berbeda. Penyiapan lahan bisa dilakukan dengan TOT (tanpa olah tanah) dan traktor.

Penyiapan lahan dengan tanpa olah tanah (TOT) dapat dilakukan pada lahan gambut atau lahan sulfat masam yang memiliki lapisan pirit 0 – 30 cm dari permukaan tanah. Sedangkan penyiapan lahan dengan traktor dapat dilakukan pada lahan-lahan potensial yang memiliki lapisan pirit atau beracun lebih dari 30 cm dari pemukaan tanah.

3. VARIETAS UNGGUL

Varietas unggul merupakan salah satu komponen yang nyata dalam meningkatkan produksi tanaman dan dapat diadopsi dengan cepat oleh petani. Banyak varieatas unggul lahan pasang surut yang telah dikeluarkan oleh badan litbang pertanian sehingga petani dapat memilih benih yang disukai dan sesuai dengan kondisi setempat.

4. BENIH BERMUTU

Penggunaan benih bermutu sangat dianjurkan karena akan menghasilkan bibit yang sehat dan akar yang banyak, perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam, saat bibit dipindah tanam lebih cepat tumbuh dan akan menghasilkan produksi tinggi.

Untuk memperoleh benih yang baik dapat dilakukan dengan merendam pada air larutan garam 2 – 3 % atau larutan Za dengan perbandingan 20 gram Za/liter air. Dapat juga menggunakan garam dengan indikator telur yang semula berada di dasar air setelah diberi garam telur terangkat ke permukaan. Benih yang digunakan hanya benih yang tenggelam dan yang mengapung dibuang. Setelah diangkat benih perlu dibilas dengan air agar garam tercuci.

Pada daerah yang sering terserang penggerek batang dianjurkan melakukan perlakuan benih menggunakan pestisida berbahan aktif fipronil.

Benih bermutu ditandai dengan sertifikat/label, memiliki daya tumbuh >90 % dan tidak tercampur dengan jenis padi atau biji tanaman lain.

5. PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK

Bahan organik bermanfaat untuk memperbaiki kesuburan, kimia dan biologi tanah. Bahan ini dapat berupa kotoran hewan (pupuk kandang), sisa tanaman, pupuk hijau dan kompos sebanyak 5 ton/ha.

6. PERSEMAIAN

Jika tanpa olah tanah persemaian dapat dilakukan dengan persemaian kering dimana benih langsung disemai tanpa direndam dulu. Setelah disemai tutupi dengan tanah halus atau abu sekam.

Jika tanah diolah persemaian dapat dilakukan dengan persemaian basah. Buat bedengan berlumpur di sawah dengan lebar 1 – 1,2 meter dan panjangnya 10 – 20 meter, tambahkan bahan organik atau sekam sebanyak 2 kg per meter persegi. Persemaian dipagar plastik untuk mencegah serangan hama tikus, selain itu persemaian dipupuk urea 20 – 40 gram/meter persegi.

7. PENANAMAN

Pelaksanaan penanaman dilakukan dengan menggunakan bibit muda (< 21 HSS) karena dengan bibit muda akan memiliki kelebihan dimana bibit akan cepat pulih kembali karena adaptasi lingkungannya relatif tinggi, akar akan lebih kuat dan dalam, tanaman akan menghasilkan anakan lebih banyak, tanaman lebih tahan rebah dan kekeringan serta lebih efektif dalam pemanfaatan hara.

Tanam 1 – 3 batang perlubang agar tidak terjadi kompetensi yang tinggi dalam pemanfaatan hara antar bibit dalam satu rumpun. Pada lahan pasang surut dengan tipe luapan A dan pada wilayah endemik keong mas disarankan tidak menggunakan bibit muda.

Lakukan pengaturan populasi tanaman dengan sistem jajar legowo. Sistem ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan populasi tanaman dan cukup efektif untuk mengurangi keong mas dan tikus. Jajar legowo adalah pengosongan satu baris tanaman setiap dua baris (legowo 2 : 1) atau empat baris (legowo 4 : 1) dan tanaman dalam barisan dirapatkan.

Sistem tanam jajar legowo memiliki keuntungan dimana semua barisan rumpun tanaman berada pada sisi pinggir yang biasanya memberikan hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir), pengendalian hama, penyakit dan gulma menjadi lebih mudah dilakukan, menyediakan ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong, menekan tingkat keracunan besi dan penggunaan pupuk lebih berdaya guna.

8. PEMUPUKAN

Pemupukan urea dilakukan dengan bantuan Bagan Warna Daun (BWD) sedangkan pemupukan P dan K berdasarkan peta status hara P dan K atau hasil analisa tanah dengan menggunakan perangkat uji tanah sawah (PUTS) atau perangkat uji tanah rawa (PUTR).

Pemupukan urea pertama pada umur 7 – 10 hari setelah tanam (HST) dengan dosis 50 – 70 kg/ha. Pemupukan urea susulan dilakukan dengan bantuan BWD yang didasarkan pada kebutuhan riil tanaman yaitu 10 hari setelah pemupukan dasar dan diulang setiap 10 hari sekali sampai umur 40 HST atau interval waktu yaitu pada umur 25 – 28 HST dan 38 – 42 HST.

Pemupukan Sp 36 dan KCl diberikan bersamaan dengan pemupukan urea pertama seluruhnya kecuali jika dosis pupuk K 100 kg/ha atau lebih dapat diberikan dua kali yaitu setengah bagian bersamaan dengan pemupukan urea pertama dan setengah bagian lagi pada umur 40 HST.

Metode diatas sudah melewati kajian yang dilakukan di lahan sawah pasang surut wilayah Kalimantan Barat dengan menggunakan benih varietas unggul inpara 1, 2 dan 3. Produksi yang dapat dicapai 5 – 6 ton/ha. Kesimpulannya bahwa dengan pengelolaan tanah, air dan pengunaan varietas unggul yang tepat maka usaha tani di lahan pasang surut dapat memberikan hasil produksi yang optimal.

Varietas padi lahan pasang surut yang memiliki rasa pulen diantaranya inpara 2, lambur dan mendawak.

 
Sumber : Sari Nurita, Ir., Penyuluh BPTP Kalimantan Barat, Ratmini Sri, dkk., 2007, Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut

Gambar : http://wongtaniku.wordpress.com

, , , , ,

  1. #1 by Budiyanto on 19/06/2012 - 7:13 pm

    Terima kasih atas informasinya, jadi tahu bagaimana cara bercocok tanam di lahan pasang surut dengan varietas yang unggul

    Like

  2. #2 by Alya on 11/06/2012 - 12:59 pm

    Budidaya padi di lahan pasang surut ini sangat menarik. Pemerintah juga harus terus melakukan penetian untuk menyediakan bibit padi yang unggul dan cocok tumbuh di lahan pasang surut.

    Like

  3. #3 by zainal on 05/06/2012 - 8:05 pm

    ass wr wb
    selamat malam,
    kalau menggunakan bibit lokal padi semusim (waktu panen 6bulan setelah tanam) untuk dosis dan waktu aplikasi pemupukan apa berbeda dengan bibit unggul baru. kalau berbeda berapa dosis pupuk dan waktu aplikasinya, trims..

    Like

    • #4 by yudi soetardjo on 14/06/2012 - 10:57 pm

      Wa’alaikum salam wr wb..

      Sahabat Zainal, pada prinsipnya pemupukan dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan hara dalam tanah. Dengan mengetahui hal ini maka pemupukan menjadi lebih tepat dan efisien. Pengujian status hara dapat dilakukan dengan perangkat uji tanah baik tanah sawah maupun kering. Dengan hasil uji status hara ini maka dapat ditentukan rekomendasi pemupukan yang lebih tepat.

      Untuk dosis maupun waktu aplikasi pemupukan pada padi lokal (waktu panen 6 bulan setelah tanam) tidak jauh berbeda, selengkapnya KLIK DI SINI saja sahabat… 😀

      Like

      • #5 by zainal on 15/06/2012 - 6:30 pm

        Informasi yang sangat berguna untuk saya. Dimana saya bisa mendapatkan alat penguji tanah dan apa bisa dibeli ?, maklum saya petani pemula yang ingin menjadi petani sukses walau kata orang jadi petani itu melelahkan. Setelah saya baca artikel “mari sejahterakan petani” ternyata rumit juga untuk pengaplikasiannya dan perlu modal. Tapi sangat sangat berguna untuk petani ketahui terutama saya. terima kasih pak, atas informasi yang berharga ini. salam sukses dari saya .

        Like

        • #6 by Yudi Sutardjo on 16/06/2012 - 10:23 am

          Alhamdulillah jika informasinya menjadi bermanfaat. Alat uji tanah bisa anda beli khususnya untuk peralatan pH meter (alat untuk mengukur tingkat keasaman tanah), namun tempat atau lokasi toko yang menjual peralatan tersebut mohon maaf sekali saya belum mengetahuinya (coba sahabat zainal cari melalui google.com dengan menggunakan kata kunci “alat uji tanah”, nanti akan muncul di hasil pencarian produsen maupun situs yang menjual alat yang dimaksud).

          Untuk peralatan uji status hara dalam tanah mohon maaf juga saya belum mengetahui apakah dijual bebas atau tidak. Saran saya sahabat Zainal lebih baik menghubungi Kantor Balai Penyuluhan atau Dinas Pertanian di daerah anda saja untuk minta dilakukan pengujian status hara dan keasaman di lahan pertanian yang diusahakan oleh anda dan sahabat petani yang lain, dengan demikian akan menjadi lebih efisien dan efektif. Bersama penyuluh/petugas petani dapat melakukan pengujian status hara dan keasaman tanah secara bersama-sama. Ditempat saya Balai Penyuluhan tingkat kecamatan biasanya melakukan pengujian status hara dan keasaman tanah yang dilakukan setidaknya 1 tahun sekali.

          Serumit apapun sesuatu hal jika kita mau menekuni insya Allah akhirnya dapat menguasai dan berhasil dengan sukses. Setiap permasalahan juga akan ada jalan keluar bagi orang-orang yang selalu berusaha. Semua pekerjaan sama saja, pak.. “SAMA – SAMA MELELAHKAN” 😀 . Saya sarankan jika mengalami kesulitan jangan segan-segan menghubungi petugas penyuluh pertanian di daerah tempat anda tinggal sehingga anda sebagai petani akan mendapatkan pendampingan yang intensif dalam berusaha tani. Jalin hubungan dan kerja sama dengan penyuluh agar mendapatkan pendampingan dalam setiap mengatasi permasalahan dan kendala dalam berusaha tani.

          Sedikit dari saya semoga bisa memberi solusi.. dan salam sukses juga untuk sahabat Zainal dan sahabat petani seluruh nusantara..

          Like

          • #7 by zainal on 18/06/2012 - 11:00 pm

            Terima kasih pak atas saran dan motivasinya. Benar pak, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya selama kita mau berusaha. Wassalam..

            Like

            • #8 by Yudi Sutardjo on 19/06/2012 - 3:26 pm

              Sama-sama sahabat Zainal, mari belajar dan saling berbagi informasi yang bermanfaat bagi kemaslahatan/sesama ..

              Like

    • #9 by Endi Setiawan on 15/05/2014 - 8:46 pm

      Lahan pertanian saya rawa pasang surut bagaimana cara menurunkan kadar keasaman tanah ??

      Like

      • #10 by Yudi Sutardjo on 03/06/2014 - 7:14 pm

        Kadar keasaman lahan dapat dikurangi dengan penggunaan kapur pertanian, setidaknya 5 sampai 10 genggam kapur untuk 1 meter persegi lahan.

        Like

  4. #11 by Azzah Soon-kyu on 13/03/2012 - 10:23 am

    nothing to do

    Like

Kolom Komentar